Lambang daerah yang dilukiskan dalam tata warna
sebagimana tertuang dalam Peraturan Daerah No. 2 Tahun 1989 adalah sebagai
berikut :
- Daun jati yang berwarna hijau tua, mengandung
arti bahwa pada jaman dahulu di Cirebon ada seorang pemimpin para wali
yang berbudi luhur dan bertahta serta disemayamkan di Gunung Jati dengan nama
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, yang menyebarkan Agama Islam
di tanah Jawa.
- Sembilan buah bintang berwarna putih, mengandung
arti Walisanga. Kota Cirebon terkenal sebagai tempat berkumpulnya para
wali untuk bermusyawarah dalam hubungannya dengan ilmu agama Islam.
- 5 buah bintang di dalam gambar daun jati,
menggambarkan rukun Islam, yaitu : Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan
Haji.
- 4 buah bintang di atas dasar kuning emas,
menggambarkan ilmu Syari'at, Hakekat, Tarikat, dan Ma'rifat.
- Lukisan laut berombak berwarna biru, mengandung
arti bahwa masyarakat Cirebon mempunyai kegiatan bekerja di daerah pantai
(nelayan), dengan penuh keikhlasan (jalur putih) dalam menunaikan
kewajibannya masing-masing ubtuk kepentingan bangsa dan negara.
- Gambar Udang rebon berwarna kuning emas,
mengandung arti bahwa hasil laut telah memberikan kemakmuran kepada
masyarakat Cirebon. Adapun udang rebon merupakan bahan baku untuk
pembuatan terasi yang terkenal dari kota Cirebon.
- Garis bergerigi sembilan buah berwarna hitam,
yang melukiskan benteng yang mendatar berpuncak sembilan buah, mengandung
arti bahwa Kotamadya Cirebon bercita-cita melaksanakan pembangunan di
segala bidang untukkemakmuran rakyat.
- Perisai yang bersudut lima, mengandung arti
perjuangan dalam mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 agustus 1945.
- Warna dasar kuning emas pada perisai bagian atas,
melambangkan kota Cirebon sebagai kota pantai yang bercita-cita
melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang
tertib, tenteram, adil dan makmur.
- Warna putih pada perisai bagian bawah,
melambangkan Kota Cirebon letaknya di pinggir laut (kota pantai) yang siap
sedia (jalur biru) memberikan hasil laut yang berguna dan berharga bagi kehidupan
rakyatnya.
- Pita melingkari perisai dengan warna kuning,
melambangkan persatuan, kebesaran dan kejayaan.
- Dasar lambang yang berwarna hitam, melambangkan
keabadian.
MAKANAN KHAS CIREBON
Nasi lengko
ini sangat populer dan dapat ditemukan di berbagai tempat di Kota Cirebon.
Bahan-bahan makanan ini cukup sederhana, seperti nasi putih, tahu, tempe,
mentimun, taoge, dan daun kucai (seledri) yang kemudian ditaburi bawang goreng
serta disiram bumbu kacang dan kecap. Lebih enak lagi jika ditemani kerupuk dan
emping.
2.
Nasi Jamblang/Sega Jamblang
Jamblang
adalah nama daerah di barat Kota Cirebon tempat nasi jamblang berasal. Sega
jamblang menggunakan daun jati sebagai bungkus nasi yang tersaji secara
prasmanan. Menunya, antara lain, sambal goreng, tahu sayur, paru-paru, semur
hati atau daging, perkedel, satai kentang, telur dadar/goreng, sambal goreng
telur, semur ikan, ikan asin, tahu, dan tempe. Makanan khas Cirebon ini awalnya
diperuntukkan bagi para pekerja paksa pembangunan jalan raya Daendels dari Anyer
ke Panarukan yang melewati wilayah Cirebon, tepatnya di Desa Kasugengan. Sega
jamblang saat itu dibungkus daun jati agar bisa tahan lama dan tetap terasa
pulen. Daun jati memiliki pori-pori yang membantu menjaga kualitas nasi
meskipun disimpan lama.
3.
Tahu Gejrot
Tahu gejrot
adalah tahu yang dipotong kecil-kecil dan ditaruh di atas piring kecil yang
terbuat dari tanah liat, lalu disajikan dengan bumbu gula merah, cabai, serta
bawang merah dan bawang putih yang diulek. Jenis tahu yang digunakan adalah
tahu lamping atau tahu sumedang. Rasa tahu gejrot yang manis pedas sangat
diminati banyak kalangan. Tak heran penjual tahu gejrot juga banyak ditemui di
daerah lain di Pulau Jawa.
4.
Empal Gentong
Empal
gentong Cirebon adalah gulai daging sapi yang dimasak dalam gentong berbahan
kayu pohon asam selama sekurangnya lima jam. Hal ini berguna untuk menciptkan
rasa legit dan daging yang empuk. Kuahnya mirip soto. Empal ini disajikan
dengan nasi atau lontong. Zaman dahulu, daging yang digunakan adalah daging
kerbau. Empal ini ditaburi daun kucai, sambal kering, dan kerupuk rambak. Ada
banyak pedagang empal gentong yang tersebar di seluruh Kota Cirebon.
Docang
adalah makanan khas Cirebon yang terdiri atas lontong, daun singkong, taoge,
kerupuk, dicampur dengan sayur dage atau tempe gembos yang dihancurkan serta
diberi parutan kelapa muda. Makanan ini punya rasa khas yang gurih dan nikmat
jika disajikan dalam keadaan panas atau hangat. Harga docang pun relatif
terjangkau oleh semua kalangan. Di Cirebon, docang populer sebagai hidangan
sarapan pagi.
Docang
(cirebon-site.blogspot.com)
Bubur sop
adalah bubur yang berisi kol, daun bawang, dan tauco yang diberi kuah sop yang
ditaburi ayam suwir serta kerupuk. Boleh dikatakan, makanan ini merupakan
kombinasi dari bubur ayam dan sayur sop. Biasanya, bubur sop hanya dijual pada
malam hari.
Bubur Sop
(cirebon-site.blogspot.com)
7.
Kerupuk Melarat
Melarat
berarti miskin. Kerupuk ini adalah khas Cirebon yang biasanya disajikan dengan
menambahkan sambal asam. Kerupuk ini biasanya dikemas plastik dan diberi tali
rapia beragam warna. Warna kerupuk ini juga beragam: merah muda, kuning, putih,
dan hijau. Kerupuk melarat digoreng tanpa minyak goreng melainkan pasir yang
sudah dibersihkan, dikeringkan, dan diayak.
Kerupuk
Melarat (Wikipedia.org)
Mi koclok
adalah mi kuning yang disajikan dengan taoge, kol, suwiran daging ayam, telur,
kemudian disiram dengan kuah santan. Makanan ini harus disajikan panas-panas
sebab tidak enak jika dimakan dingin.
Mi Koclok
(cirebonkuliner.com)
9.
Sate Kalong
Sate kalong
bukan berarti bahan yang digunakan daging kelelawar melainkan daging kerbau.
Disebut sate kalong karena hanya dijual mulai magrib hingga larut malam. Cara
berjualan sate ini menggunakan genta yang berbunyi khas. Bebunyian ini dikenal
dengan nama ‘klonongan’. Genta biasanya dipasang di leher kerbau. Cara
penyajiannya, daging kerbau yang sudah diolah dengan bumbu ditusuk dengan
sujen. Ada dua rasa sate kalong, yaitu manis dan asin.
Sekilas teh
ini tidak berbeda dengan teh pada umumnya. Teh poci memiliki rasa yang alami
dan disuguhkan dengan menggunakan sejenis teko yang terbuat dari tanah liat
(poci) dan gula batu. Teh poci biasanya menggunakan teh hijau melati yang
mengeluarkan aroma khas dan disajikan di pagi atau sore hari dengan ditemani
makanan kecil. Minuman ini sangat disukai masyarakat sebagai minuman khas.
Secangkir teh poci menjadi sebuah salah satu kegiatan penting para wisatawan
yang berkunjung ke Cirebon.
Kesenian dan Tradisi Khas
Cirebon
1.Tari Topeng
Tari topeng
adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan
tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada
awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu
Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah
serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena
memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan
Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga
dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan
kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Berawal dari
keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari
sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang
jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai
pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran
Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati.
Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang
ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan.
Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan
nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang
Dalam tarian
ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara simultan,
yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah.
Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin
keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini
diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada
penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki
para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan
tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan ini
kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan
pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa
pertunjukan pendahuluan sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan
tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton
sambil mengganti topeng yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru.
Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah.
Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya
maupun gerakan sang penari juga semakin keras. Puncak alunan musik paling keras
terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari.
Setiap
pergantian warna topeng itu menunjukan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya
warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim.
Sedangkan topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang
lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah menggambarkan karakter
yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran. Dan busana yang dikenakan
penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang
terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng
Jika anda
berminat untuk menyaksikan tarian yang dimainkan oleh satu atau beberapa orang
penari cantik, seorang sinden, dan sepuluh orang laki-laki yang memainkan alat
musik pengiring, di antaranya rebab, kecrek, kulanter, ketuk, gendang, gong,
dan bendhe ini, silakan datang saja ke Cirebon. Tarian ini biasanya akan dipentaskan
ketika ada acara-acara kepemerintahan, hajatan sunatan, perkawinan maupun
acara-acara rakyat lainnya
Di
tengah-tengah kawih, muncullah Sintren yang masih muda belia. Yang konon
haruslah seorang gadis, karena kalau Sintren dimainkan oleh wanita yang sudah
bersuami, maka pertunjukan dianggap kurang pas. Kemudian sintren diikat dengan
tali tambang mulai leher hingga kaki, sehingga secara logika, tidak mungkin
Sintren dapat melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu Sintren
dimasukan ke dalam sebuah carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah
sebelumnya diberi bekal pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang
yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya membaca doa dengan asap kemenyan
mengepul. Dan Juru kawih pun terus berulang-ulang nembang.
Ketika
kurungan dibuka, anehnya sang sintren telah berganti busana lengkap dengan kaca
mata hitam. Setelah itu sang sintren pun akan menari. Tarian sintren sendiri
lebih mirip orang yang ditinggalkan rohnya. Terkesan monoton dengan gesture
yang kaku dan kosong. Dan disinilah uniknya kesenian ini. Ketika sang sintren
menari, para penonton akan melemparkan uang logam ke tubuh sang penari. Ketika
uang logam itu mengenai tubuhnya, maka penari sintren pun akan pingsan dan baru
akan bangun kembali setelah diberi mantra-mantra oleh sang pawang.
Setelah
bangun kembali, sang penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai
jatuh pingsan lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Dan konon,
ketika menari tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias
kerasukan. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang
Sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal
dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Terlepas dari ada tidaknya unsur magis
dalam kesenian ini, tetap saja kesenian ini cukup menarik untuk disaksikan.
Bagi anda
yang tertarik ingin mementaskan kesenian ini di daerah anda, setidaknya di
Cirebon ada dua grup Sintren yang masih eksis dan produktif, masing masing
pimpinan Ny. Nani dan Ny. Juju, yang beralamat di Jl. Yos Sudarso, Desa Cingkul
Tengah, Gang Deli Raya, Cirebon, Jawa Barat. Kedua kelompok ini sering diundang
pentas di berbagai kota di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri
Seni
Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni
ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan
pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para
wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk
menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan
pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi,
Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk
pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu
pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian
terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik
ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian,
di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra
tarompet
Setelah
berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena
pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk
perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain. Dan pada
perkembangannya, kesenian ini banyak di kombinasikan dengan kesenian lain. Di
beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni
tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang
sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah
Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon
sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsur keislamannya.
Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang
tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.
Kesenian
Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung
Benda, Cirebon. Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling
(kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan
Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain
Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang
dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai
untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja
putih, dan kain sarung.
Konon sejak
abad ke 17 Masehi, Lukisan Kaca telah dikenal di Cirebon, bersamaan dengan
berkembanganya Agama Islam di Pula Jawa. Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu
di Cirebon, Lukisan Kaca sangat terkenal sebagai media dakwah Islam yang berupa
Lukisan Kaca Kaligrafi dan Lukisan Kaca Wayang.
Sejalan
dengan perkembangan waktu, maka perkembangan Lukisan Kaca masih terasa
eksistensinya sebagai Cinderamata Spesifik Khas Cirebon. Mengapa Lukisan Kaca
disebut sebagai produk spesifik? Karena Lukisan Kaca Cirebon dilukis dengan
teknik melukis terbalik, kaya akan gradasi warna dan harmonisasi nuansa
dekoratif serta menampilkan ornamen atau ragam hias Motif Mega Mendung dan
Wadasan yang kita kenal sebagai Motif Batik Cirebon
5. Batik
Batik adalah
kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian,
sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan
sampai ditemukannya Batik Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam
bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir
yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak Mega Mendung,
dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum
lelaki
Ragam corak
dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik
memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh
dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh
luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah.
Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga
mempopulerkan corak phoenix.. Bangsa Eropa juga mengambil minat kepada batik,
dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti
bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta
kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik
tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam
upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan
masing-masing.
Objek Wisata Di Cirebon
1. Tempat Wisata Belawa
Cirebon
Lokasi
tempat wisata ini berjarak sekitar 25 km dari Kota Sumber menuju arah timur.
Objek wisata ini mempunyai daya tarik dari kura-kura yang memiliki ciri khusus
pada punggung dengan nama latin "Aquatic Tortose Ortilia norneensis".
Menyimpan legenda yang menarik tentang keberadaannya di Desa Belawa Kecamatan
Sedong. Menurut beberapa penelitian merupakan spesies kura-kura langka dan
patut untuk dilindungi keberadaannya. Rencanannya objek wisata ini akan
dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang lebih lengkap lagi, yaitu taman kura-kura
(turle park) atau taman reptilia.
2.Wisata Situ Sedong Cirebon
Terletak di
Kecamatan Sedong yang berjarak sekitar 26 km dari pusat Kota Sumber, dengan
lahan seluas 62,5 Ha. Selain memiliki panorama alam yang indah, situ ini juga
sering disebut dengan nama situ pengasingan yang juga merupakan tempat rekreasi
air dan pemancingan.
3.Wisata Banyu Panas Palimanan
Objek
wisata Cirebon ini lokasinya di Kecamatan Palimanan yang jaraknya
sekitar 16 km dari Cirebon menuju arah Bandung, merupakan sebuah pemandian air
panas yang memiliki kadar belerang dan dipercaya bisa menyembuhkan penyakit
kulit. Pemandian air panas ini berada di sekitar bukit Gunung Kapur, Gunung
Kromong, yang memiliki keistimewaan mata air selalu berpindah pindah.
Objek wisata
plangon lokasinya
di Desa Babkan Kecamatan Sumber berjarak kurang lebih sekitar 10 km dari kota
Cirebon. Tempat rekreasi yang memiliki panorama alam yang indah ini dihuni oleh
sekelompok kera liar. Selain sebagai tempat rekreasi, disini juga terdapat
makam Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan.
Puncak acaranya biasa di waktu ziarah Plangon tanggal 2 syawal, 11 Dzulhijjah,
dan 27 Rajab. Untuk pengembangan dari objek wisata ini meliputi lahan sekitar
10 Ha, dan status tanah ini adalah milik Kesultanan. Pengunjung yang datang
rata-rata sekitar 58.000 pengunjung/tahun.
5.Objek Wisata Situ Patok
Luas Situ
Patok sekitar 175 Ha dan terletak di Desa Setu Patok yang berjarak sekitar 6 km
dari Kota Cirebon menuju arah Tegal, objek wisata ini selain memiliki panorama
alam yang indah juga terdapat sarana rekreasi air serta pemancingan.
Lokasi ini memiliki rpotensi untuk dikembangkan sekitar lahan 7 Ha, dengan
status tanah milik negara. Prasarana yang diperlukan adalah pembuatan sebuah
dermaga, pengadaan perahu motor, sarana pemancingan, serta pembangunan rumah
makan yang artistik. Jalan menuju arah lokasi ini cukup baik dan lebar, aliran
listrik sudah tersedia dan saat ini minat pengunjung untuk berkunjung ke wisata
ini cukup banyak.
6.Tempat Rekreasi Cikalahang
Kawasan Cikalahang
adalah daerah yang masih baru berkembang dengan daya dukung alam. Sasaran para
wisatawan pada mulanya adalah objek wisata Telaga Remis yang dikelola oleh
Perum Perhutani KPH Kuningan dan terletak di wilayah Kuningan.
Sampai saat ini kawasan Telaga Remis masih dapat menarik para wisatawan yang
bisa diandalkan dari segi pendapatan. Jalan untuk menuju objek wisata ini
adalah melewati Desa Cikalahang yang lokasinya di wilayah Kabupaten Cirebon,
sehingga keberadaannya dapat memberikan keuntungan untuk masyarakat di sekitar
usaha lain sebagai sarana pendukung wisata. Di samping itu kawasan Cikalahang
sudah berkembang jadi sebuah kawasan yang memiliki daya tarik sendiri yaitu
dari usaha restoran/rumah makan ikan bakar.
Dengan banyaknya peminat yang berkunjung, wilayah itu kemudian berkembang pesat
menjadi daya tarik wisata makan, sehingga waktu hari-hari libur penuh
dikunjungi oleh wisatawan.
Keadaan alam yang menarik dengan sumber air yang berasal dari kaki Gunung
Ciremai yang tidak pernah kering, sangat memungkinkan sekali untuk membuka
peluang usaha kolam renang yang bersifat alami dengan fasilitas modern serta
bumi perkemahan.
Kawasan wisata Cikalahang lokasnya berada sekitar 6 km dari Kota Sumber dan 1
km dari jalan alternatif Cirebon-Majalengka dengan lingkungan alam yang masih
asri.
7.Wanawisata Ciwaringin
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbXewP-vvLFg0YSDZNQzf3W2UJvwMN1ebNRWxuZjYlWhZYe7dSSMeVuCz4qW9eMxvDuFynm5o9TScyw6LaLGw3sPrnwx4H_pgRPXP382IAVdCjJH4cMpEuhiH5KSzcU3ledkIQLZl2WlA/s1600/CIW.jpg)
Hutan wisata di Cirebon
dengan menampilkan keindahan alam
dan banyak ditumbuhi oleh pohon kayu putih. Menyediakan lokasi bagi para
penggemar jalan kaki dan arena motor cross. Di lokasi ini juga terdapat Danau
Ciranca bagi penggemar memancing. Berlokasi di Desa Ciwaringin Kecamatan
Ciwaringin, 17 km dari Kota Sumber.
OBJEK WISATA RELIGI
1.Sunan Gunung Jati
atau Syarif
Hidayatullah[1], lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia
lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok
ulama besar di Jawa bernama walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya
Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat.
Ayah
Sunan Gunung Jati bernama
Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450. Ayahnya adalah Syarif Abdullah
bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang Mubaligh dan Musafir besar dari
Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi
di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah
Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama
besar di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui
cucunya Imam Husain.
Ibu
Ibu Sunan gunung Jati adalah Nyai
Rara Santang (Syarifah Muda'im) yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi
dari Nyai Subang Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang atau Pangeran
Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana / Cakrabumi atau Mbah Kuwu Cirebon
Girang yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad
bernama asli Idhafi Mahdi bin Ahmad. Ia dimakamkan bersebelahan dengan putranya
yaitu Sunan Gunung Jati di Komplek Astana Gunung Sembung ( Cirebon )
Secara
administrasi Situs Huludayeuh berada di Kampung Huludayeuh, Desa Bobos,
Kecamatan Sumber, dengan ketinggian ± 73 m dari permuakaan air
laut. Sungai yang mengalir di daerah ini adalah Sungai Cimanggung.Wilayah ini
merupakan daerah pegunungan, sedang sekitar prasasti berupa pesawahan rakyat
yang subur dan produktif, dengan menggunakan sistem sengked (bertingkat). Situs
Huludayeuh berada ± 15 km sebelah baratdaya dari Kota Cirebon
atau ± 7 km sebelah utara dari Situs Kawali, Kabupaten Ciamis.
Untuk mencapai lokasi situs dari kedua daerah tersebut (Cirebon dan Kawali)
dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat hingga Desa Bobos.
Selanjutnya menelusuri jalan setapak berupa pematang sawah
sejauh ± 150 meter.
Kemunculan
situs ini berawal laporan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Cirebon yang tertuang dalam Surat Nomor 1516/i02.18/J-1991 tanggal 27 Julli
1991, tentang penemuan benda purbakala yang ditujukan kepada Kepala Bidang
Permusemuan, Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat.
Laporan tersebut dialmpiri dengan dekripsi singkat. Batu Prasasti Huludayeuh
ini ditemukan di tanah milik Martawi (60 Tahun), penduduk setempat pada tanggal
27 Februari 1991. Selanjutnya informasi itu semakin terangkat ketika
bulan September dan Oktober media massa Pikiran Rakyat, Kompas dan Bahari
memuat berita temuan prasasti ini.
Hingga saat
ini sudah beberapa kali telah dilakukan penanganan dalam rangka pelestarian dan
penelitian, baik oleh Bidang Muskala Kanwil Depdikbud Jabar, Suaka peninggalan
Sejarah dan Purbakala, Balai Arkeologi Bandung dan Puslit arkenas Jakarta.
Sejak ditemukan batu prasasti dianggap keramat oleh penduduk setempat, hingga
keberadaan prasasti tersebut dipertahankan oleh penduduk setempat.
2.
Prasasti Huludayeuh
Lingkungan
mikro objek prasasti ini cukup terpelihara, prasasti menempati tanah negara
seluas 10x10 m dengan bangunan cungkup 4x4 m. Bangunan cungkup berkonstruksi
kayu tetapi dengan tiang pilar cor, atap sirap kayu dan lantainya berupa
hamparan batu kali tanpa disemen.Disamping itu sekeliling area diberi pagar
kawat berduri dengan tinggi 120 m. Bangunan cungkup ini cukup untuk melindungi
dari gangguan air hujan dan sengatan terik matahari, tetapi tidak melindungi
dari gangguan manusia, seperti pencurian, perusakan dan sebagainya. Sehingga
kondisi ini sangat dikhawatirkan faktor keamanan objek warisan budaya yang
sangat bernilai ini. Objek dari bahan batu andesit, dengan bentuk lempengan
batu yang diberdirikan dan menyatu dengan lantai cungkup yang berupa susunan
batu kali yang disemen.
Peninggalan
arkeologi-historis ini hanya berdiri sendiri lepas dari temuan
arkeologi-historis lainnya baik bersifat artefaktual maupun fitur. Peninggalan
warisan budaya bangsa yang sangat bernilai ini cukup jauh dari pemukiman,
lokasi sangat terbuka dapat terlihat dari segala penjuru. Sehingga kondisi
sangat mengkhawatirkan keamanannya. Disamping itu dikhawatirkan pula gangguan
perluasan areal pesawahan yang sangat produktif, meskipun telah diberi pagar
keliling dan cungkup. Kondisi ini menunjukan kurang memaksimalkan pemanfaatan
objek arkeologis-historis dengan kepariwisataan, selain itu dikhawatirkan
keamanannya.
Kondisi
objek, pada sisi kiri dan kanan dan atas terpenggalsehingga aksara hilang.
Selain itu permukaan batu dan tulisan agak aus dan usang. Permukaan batu yang
berinskripsi tulisan kuno, relatif rata yang kemungkinan mengalami proses
perataan dan penghalusan dengan benda keras. Prasasti memiliki arah hadap ke
arah baratdaya. Inskripsi tulisan menggunakan huruf Pasca Pallawa berbahasa
Sunda Kuno (lihat gambar/foto). Melihat dari kondisi objek, yang masih dapat
terbaca inskripsi tulisan berjumlah 11 baris. Karena adanya kerusakan fisik,
sehingga teks tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Berdasarkan paleografi
dapat diduga Prasasti Huludayeuh ini sejaman dengan dengan Kayuwangi-Balitung
(abad IX-X M.).
3.Petilasan Cimandung
petilasan cimandung adalah sebuah petilasan mbah kuwu cirebon atau mbah kuwu
sangkan
dan nyimas ratu cempa mulia yang berada di desa kerandon ,talun kabupaten
cirebon
letaknya tidak jauh dari makam keramat talun,
selain tempat petilasan mbah kuwu sangkan juga ada beberapa mata air juga
terdapat sebuah batu besar mirip perahu di sebut juga batu perahu,
tampak sekilas batu perahu tersebut tidak mirip perahu, yang mirip hanya bagian
depannya saja yaitu dek depan perahu, susasana sejuk dan damai anda rasakan
ketika berkunjung ke petilasan cimandung, kerena letaknya yang berada di hutan
kabupaten cirebon